Minggu, 10 Juli 2016

631 HARI TANPAMU

Aku tak lagi menyimpan history chat denganmu. Bagiku, kini semua yang kita bicarakan tak lagi penting. Hanya berkisar pada menanyakan kabar atau sekedar meminta bantuan kecil yang bahkan kadang tak bisa kita penuhi masing-masing.

Setelah hampir 2 tahun semenjak aku memutuskan mengubah jalan hidupku dan berpisah denganmu, aku banyak merenungi setiap hal yang pernah aku lakukan dulu. Begitu bodohnya masa-masa itu, hanya pelampiasan akan kesepian yang semu.

Aku tak pernah lagi berharap bertemu denganmu walau aku merasakan rindu. Aku selalu menahan rasa itu, karena aku tahu sangat berat waktu itu untuk saling melepaskan. Tapi aku paksakan.

Sekarang aku melihatmu begitu bahagia dengan kekasih barumu, walau aku selalu benci melihat itu. Bukan karena cemburu, mungkin karena semua itu berarti kau telah melanggar janji yang kau buat sendiri waktu itu. Aku masih mengingat jelas tapi aku tak ingin lagi mengingatnya, kamu pasti tahu janji apa itu.

Berteman denganmu? Tak pernah jadi masalah bagiku. Buktinya aku tak pernah mengabaikan chatmu bukan? Kita masih baik-baik saja walau sempat tak saling menyapa.

Tapi itu hanya sebuah proses, dimana kita harus tetap melanjutkan hidup dengan jalan kita masing-masing. Tak perlu saling menghujat apa yang kita lakukan sekarang. Aku pikir 21 tahun bukanlah saat yang tepat untuk melakukan hal-hal bodoh seperti dulu.

Lupakan masa-masa itu. Tatap masa depan mantap. Hidup kita tidak hanya sebatas Kalkulus, Trigonometri, dan Aljabar bukan? :)

Untukmu,

Untuk ulang tahun ke 21 mu.

Selasa, 03 Mei 2016

SEKALI LAGI

Sekali lagi aku kehilangan kepercayaan, kehilangan asa dalam harapan yang padahal baru saja aku dapatkan.

Ungkapanmu menumbuhkan secerca harapan malam ini, membawa seberkas cahaya yang mulai membuat hatiku merasa lebih nyaman. Aku yang selama ini begitu tertutup dengan kehidupanku, mencoba membuka segala rahasia, segala masalah yang selama ini selalu aku pendam sendiri. Kusadari aku tak bisa terus menerus begini, menutup diri dan terlarut dalam traumaku dulu.

Mulai kupikirkan lagi, terus mencari jawaban dari segala pertanyaan yang ada dibenakku. Apa dia benar bisa aku percaya? Apa benar dia bisa aku andalkan? Atau jangan-jangan sama seperti mereka yang dulu juga pernah hadir dalam kehidupan. Mereka yang katanya mau menjadi sahabat, tapi nyatanya pergi setelah tahu ceritaku.

Mengingat hal itu saja membuat ketakutanku semakin menjadi-jadi. Lama aku berada dalam trauma itu. Aku bahkan masih tak bisa terlalu dekat dengan orang lain, aku masih belum bisa menyukai mereka yang berusaha dekat denganku. Malah mungkin beberapa dari mereka sengaja aku jauhi. Bukan apa-apa, aku hanya tak percaya. Aku hanya takut melihat apa yang akan terjadi jika mereka tahu masa laluku.

Ingin aku membuka diri, tapi naluriku selalu membawaku kembali pada keadaan itu. Pintu hatiku terlalu sulit dibuka mungkin. Atau mungkin iya terlalu lemah untuk menerima kenyataan dan hukuman sosial atas kelakuanku dulu.

Namanya juga trauma, tak bisa secepat itu memulihkannya. Hal-hal yang dulu aku anggap hanya demi kesenangan belaka sekarang embawa dampak terlalu buruk, menyisakan trauma dan rasa tak percaya dihidupku.

Aku takut, aku takut, dan sekali lagi aku takut. Ketakutan itu selalu membayangiku. Padahal nyatanya aku sudah tak pernah hidup seperti itu lagi, tapi apa aku bisa meyakinkan mereka bahwa itu hanya masa lalu? Apa mereka bisa menerima jika tahu aku dulu begitu?

Rasanya berat untuk mempercayai seseorang untuk menjadi teman, menjadi sahabat, dan menjadikan mereka tempat berbagi keluh kesah. Rasanya hampir tidak mungkin, hatiku masih belum mau untuk melakukan hal seperti itu.

Aku tak suka menceritakan diriku, sangat sulit bagiku untuk melakukan itu. Tapi kamu begitu meyakinkan, meski tak mudah bagiku untuk percaya. Tapi kamu tahu? Kamu berhasil mendapatkannya.

Tapi entahlah, aku ini terlalu perasa atau apa. Aku masih saja berpikir buruk tentangmu, meski aku tak tahu apa itu benar atau tidak, hati dan otakku mempercayainya. Aku bingung, aku takut, ketakutan. Aku tak ingin ada jarak antara ita, aku ingin kita tetap seperti sebelum aku bercerita tentang hidupku padamu. Teman.